undefined
undefined
The cute 'hair bun' for graduated
Diposting oleh
Artista Lushar Nova
on
The cute thing
undefined
undefined
Posisi Menentukan Prestasi
Diposting oleh
Artista Lushar Nova
on
Artikel lomba
“Saat SAT nanti aku dan kamu duduknya bersebelahan loh. Kamu kan jago Matematika, nanti
bantu aku ya. Untuk Biologi serahkan saja padaku. Oke?”, ucap seorang siswa
kepada temannya dengan disertai sebuah kedipan nakal. Lalu disusul oleh
beberapa siswa yang ikut meributkan ruangan tempat mereka akan menempuh Semester Academic Test.
Hal inilah
yang selalu menjadi fenomena di kalangan siswa SMA. Beberapa hari menjelang
SAT, para siswa akan sibuk memperhitungkan nasib mereka. Mengharapkan Dewi
Fortuna akan berpihak kepada mereka, dengan jalan menempatkan mereka pada
posisi yang tepat dan strategis untuk melirik lembar jawaban teman. Apalagi
jika mendapatkan tempat duduk bersebelahan dengan Si Jenius, betapa
beruntungnya siswa tersebut.
Bahkan
untuk Ujian Nasional yang akan berlangsung beberapa bulan lagi, para siswa yang
kebetulan memiliki nama depan dengan urutan alphabet awal, sudah meratapi
nasibnya dari sekarang, karena ia akan mendapatkan tempat duduk tepat di depan
hidung pengawas. Padahal untuk tanggal pasti kapan diadakannya Ujian Nasional
saja belum ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
Memprihatinkan?
Sungguh. Peristiwa ini benar-benar berbanding terbalik dengan pendidikan
karakter yang kini sedang gencar-gencarnya diterapkan kepada seluruh siswa
sekolah menengah atas. Apakah hal tersebut masih pantas untuk dijadikan sebuah
tradisi tetap oleh para siswa?
Sudah jelas
bahwa mencontek bukanlah bagian dari sebuah nilai kejujuran, dan bukankah siswa
yang berkarakter harus memenuhi sifat jujur tersebut, lalu mengapa masih
mencontek, kenapa tidak bekerja sendiri, percaya pada diri sendiri, dan
menghentikan sejenak kegiatan gotong-royong dalam hal ini. Dewasa ini
pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan lagi menjadi cambuk yang dapat menyadarkan
siswa betapa pentingnya arti kejujuran diri, hal ini dibuktikan dengan jawaban
seorang siswa yang mengatakan, “Nilai kejujuran tidak bisa meningkatkan nilai
raport saya”.
Sudah seharusnya para siswa sadari
bahwa pendidikan karakter itu perlu diterapkan. Bahkan untuk jawaban seorang
yang idealis, para siswa dapat mengatakan pendidikan karakter itu sangat
penting. Namun dalam kenyataannya, para siswa sama sekali belum mampu
menerapkan apa yang menjadi sasaran dari pendidikan karakter ini.
Ribuan
nasehat selalu saja mengantarkan para siswa yang akan menempuh ujian, tapi
sayang nasehat-nasehat tersebut hanya akan masuk telinga kanan keluar telinga
kiri tanpa sempat mampir dalam hati nurani siswa. Tanpa mengindahkan hal
tersebut, kegiatan mencontek akan tetap berlangsung di antara para siswa.
Kurangnya
pemahaman tentang pendidikan karakter menjadi salah satu penyebab para siswa
tidak menghiraukan perbuatan curang tersebut. Tidak pernah ada waktu khusus
untuk memberikan pengertian tentang pendidikan karakter. Hal inilah yang perlu
dikembangkan dan ditindak-lanjuti oleh para dewan guru.
Ada dua
belas poin penting dalam pendidikan karakter yaitu, penghargaan terhadap tubuh,
transendental, keunggulan akademik, penguasaan diri, keberanian, cinta
kebenaran, terampil, demokratis, menghargai perbedaan, tanggung-jawab,
keadilan, dan integritas moral. Tapi belum ada satu pun di antara poin penting
tersebut yang benar-benar terimplementasikan dalam kehidupan nyata para siswa.
Meningkatkan
kepercayaan diri siswa untuk tidak bergantung pada orang lain juga harus
dilakukan mulai sekarang. Banyak cara yang dapat dilakukan, salah satunya
dengan latihan soal yang rutin dan terus-menerus. Begitu mendengar hal ini para
guru pasti akan menjawab, “Hal itu sudah sangat sering kami lakukan dalam
bentuk ulangan harian”. Tapi perlu diingat, setelah melakukan ulangan harian
tersebut nilai yang didapatkan oleh para siswa tentunya akan berbeda-beda, ini menandakan bahwa pemahaman
siswa terhadap materi yang diajarkan pun berbeda-beda. Seharusnya hal ini bisa
dijadikan tombak awal untuk membantu siswa memahami materi yang diajarkan.
Bukannya malah menjatuhkan mental siswa, bahkan tak jarang dari beberapa guru
langsung memberikan penilaian bahwa siswa yang mendapatkan nilai rendah pada
suatu materi pelajaran, maka akan terus mendapatkan nilai rendah pada
materi-materi pelajaran selanjutnya.
Hal
tersebut tidak benar, karena akan membuat siswa pasrah akan hasil belajarnya,
dan lagi-lagi menyerahkan prestasinya pada posisi yang dianggap dapat membantu mereka. Semestinya
guru dapat menjadi motivator siswa dalam belajar. Dengan tetap memberikan
kepercayaan dan dorongan pada siswa bahwa mereka pasti bisa menuntaskan suatu
materi pelajaran dengan kemampuan diri mereka sendiri. Bukankah jika siswa merasa
bahwa ia telah menguasai meteri pada suatu mata pelajaran, maka mereka tidak
perlu repot-repot mengadakan sebuah perjanjian dengan teman sebelahnya untuk
saling membantu?
Pendidikan
karakter yang dirasa susah-susah gampang ini sebetulnya akan berjalan dengan
baik jika ada korelasi yang harmonis di antara para guru dan siswa. Ditambah
dengan pemahaman yang cukup tentang pendidikan karakter, maka seluruh sekolah
menengah atas di Indonesia akan menjadi sekolah yang benar-benar berkarakter
dengan siswa yang sepenuhnya merealisasikan hal tersebut.
Betapa
mirisnya jika spanduk dengan tulisan besar-besar “Implementasi Pendidikan
Karakter” itu hanya akan menjadi pemanis ruangan tanpa bukti nyata bahwa
pendidikan karakter memang sudah menjadi bagian darisiswa SMA.
Jadi, kapankah pendidikan karakter
ini akan benar-benar terwujud di kalangan semua siswa SMA, khususnya para siswa
yang tidak lagi meyakini bahwa posisi yang strategis dalam suatu tes uji
kemampuan dirilah yang akan menentukan prestasi mereka nantinya? Pertanyaan ini
hanya bisa dijawab sekaligus dibuktian oleh diri kita sendiri.
#Ini adalah artikel yang aku tulis saat mengikuti Lomba Penulisan Artikel Ilmiah dengan tema Pendidikan Karakter. Juara 3.
#Ini adalah artikel yang aku tulis saat mengikuti Lomba Penulisan Artikel Ilmiah dengan tema Pendidikan Karakter. Juara 3.
Langganan:
Postingan (Atom)