Aku Ingin Menjadi Burung Gereja

Diposting oleh Artista Lushar Nova on



Ini tentang burung gereja yang senantiasa bertengger santai pada dahan pohon mangga. Tahukah kamu bahwa saat ini aku iri betul dengan bulu-bulu pada tubuhmu yang masih bisa merasakan angin sore di serambi rumahku? Tidak tahukah kamu bahwa detik ini aku ingin sekali berubah menjadi dirimu? Hingga aku bisa seketika mengepakkan sayap dan pulang ke rumah.
Akan tetapi, apa sayapmu cukup kuat untuk menempuh jarak puluhan kilo meter? Aku tak ingin mengambil risiko untuk pulang dengan sayap yang jika terhempas angin kencang akan patah menjadi dua. Tapi aku ingat lagi, bahwa kamu adalah burung kecil yang sering hinggap di dahan pohon mangga halaman rumahku, hanya seekor burung gereja, bukan rajawali yang memiliki sayap kuat nan tanggung yang kira-kira mampu melintasi pulau, menempuh perjalanan udara dari Jawa Barat menuju Bali Utara.
Sejak di sini semua terasa terlalu serba salah. Aku benci matahari pagi yang selalu terlalu cepat terbit untuk mengoyak selimut tebal milikku, namun itu juga pertanda baik bahwa hari sudah berganti. Aku tidak suka jika matahari senja dengan gerakan anggunnya mulai merebahkan diri di balik malam, karena sepi akan menjadi milikku seorang, namun di satu sisi aku tahu bahwa itu simbol tahun 2012 akan segera menua.
Lalu aku bingung sendiri. Apakah harus menunggu tahun berganti dengan sikap manis seperti bocah cilik di taman kanak-kanak, atau segera berubah menjadi burung gereja yang tidak mempunyai sayap seperti rajawali.
Read more >>

Rasanya: Nano-nano

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Bukan hal yang mudah ketika kita tahu bahwa tidak ada lagi seseorang yang biasanya selalu siap menjadi pembela, lebih sulit lagi untuk menerima kenyataan bahwa sekarang tidak ada lagi seseorang yang dulu selalu menjadi pelindung.
Dan, baiklah, sekarang saya harus mengalaminya. Harus menjalani kehidupan yang baru, di kota baru tanpa papa sang pembela, dan mama sang pelindung. Berat memang, tapi apa boleh buat, apakah harus saya pindahkan universitas impian saya ini ke kota tempat orang tua tinggal? Jelas tidak mungkin.
Terkadang ingin menangis jika kembali teringat masa-masa tinggal di rumah, di mana saya tidak pernah mengurus pekerjaan rumah tangga. Tapi di sini, saya berusaha melakukannya sendiri, termasuk mencuci. Walaupun mama menyarankan untuk menggunakan jasa tukang cuci, tapi saya bersikeras ingin mencuci sendiri. Padahal di rumah, cukup dengan meletakkan baju kotor di mesin cuci, lalu mengatur di beberapa panel, tercucilah baju-baju itu dengan ajaib.
Akan tetapi, jika diteliti dan dihayati lebih jauh, kehidupan baru ini benar-benar seru. Saya menjadi orang yang bangun di pagi hari dengan berbagai rencana sambil menyiapkan sarapan. Pulang kuliah tidak bisa langsung berbaring di tempat tidur yang selalu saya jaga kerapiannya, tapi ada saja yang saya rapikan, lalu membersihkan kamar. Bukankah itu perubahan yang baik?
Bukannya mau sok hebat, tapi saya ingin membuktikan bahwa saya bukanlah putri keraton yang selalu halus dari ujung rambut hingga ujung kuku kaki, pertanda tak pernah melakukan pekerjaan berat. Seperti anggapan teman-teman saya dulu, bahwa saya adalah orang yang memiliki sepuluh pembantu rumah tangga, hingga mencuci piring pun tidak bisa. Padahal anggapan itu tidak benar. Mama saya adalah orang yang tidak ingin pekerjaannya mengatur rumah tangga diganggu orang luar, jadi ia membiasakan kepada saya untuk mencuci piring dan membantunya menyapu di hari libur. Yah, cuma itu memang pekerjaan rumah yang saya bisa sebelum saya harus tinggal di kota yang mirip dengan latar film Petualangan Sherina ini.
Bahkan, menyeberang jalan raya saja saya tidak bisa. Takut. Tapi di sini, dengan ajaibnya keberanian itu datang sendiri. Saya berpikir, di sini saya tinggal sendiri, tanpa seorang keluarga pun, jadi saya hanya bisa mengandalkan diri saya. Jika untuk menyeberang jalan saja saya harus bersama teman, bisa-bisa saya hanya akan mematung di tepi jalan tanpa harus tahu kapan saatnya yang tepat untuk melangkahkan kaki. Dan, jujur, saya sangat takjub saat saya menyeberang bersama teman, sayalah yang menjadi pemandunya, dan mereka mengatakan, “Wow, Ista hebat ya, bisa nyeberang jalan”. Bangga? Jelas, karena saya menyeberang jalan di lalu lintas yang sangat padat. jalur pantura, yang berubah menjadi ajang kebut-kebutan supir truk dan bus.
Masalah makan lain lagi. Saya bukan orang yang cerewet masalah jenis makanan. Syukurnya saya tidak memiliki alergi apapun, kecuali untuk sesuatu yang haram dan menjijikkan. Apalagi uang bulanan, bukan masalah bagi saya. Tapi masalahnya terletak pada, tidak lezatnya makanan yang tersedia di sini. Di rumah, saya terbiasa pada menu yang berganti setiap hari, dan selalu enak. Dan di sini, saya tidak mendapatkan itu semua. Lagi-lagi saya berpikir, ini karena saya kurang bersyukur. Saya mengeluh karena makanan tidak enak, sedangkan kebanyakan teman mengeluh karena tidak ada uang.
Saya tahu bahwa saya harus menikmati kehidupan baru ini. Menikmati tinggal di daerah pegunungan yang anehnya panas sekali di saat siang, menikmati makanan yang dibuat dengan doa supaya makanan tersebut laku, menikmati mandi dengan air yang (jika tidak disaring dengan kain di saluran kerannya) mengandung keong-keong kecil, ini karena tempat kos saya menggunakan air tanah, dan tentunya menikmati semua mata kuliah saya. Rasanya, seperti saya sedang mengulum permen Nano-Nano, manis-asem-asin.

Read more >>

Tempat Kumulai Mengejar (Ber)mimpi

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Bukan hal yang mudah ketika kedua mata harus membendung air yang hendak tumpah. Sekalipun tidak tumpah, tapi meleleh di sudut-sudutnya. Lelah membayangkan jauhnya jarak.

Hati dan mata sepertinya sepakat untuk saling bekerja sama. Sang Hati yang mulai gerimis, didukung oleh Sang Mata yang dengan cekatan menjadi saluran pembuangan. Rontok sudah semua kekuatanku.

Meninggalkanmu bukanlah hal yang menjadikan malam menjadi pesta pora, bukan juga hal yang terlalu pilu, karena semua lampu-lampu taman pun tahu bahwa mimpiku telah menunggu untuk dijemput.

Namun, hati memang tidak bisa berbohong. Di saat malam seperti ini, hujan begini, biasanya aku akan lari ke arah jendela untuk menikmati rintik oleh-oleh dari  Dewa Zeus, sambil menikmati suguhan hangat dari mama. Tapi sekarang, di saat yang sama, saat hujan turun belum begitu deras, aku hanya bisa menikmatinya sendirian. Tanpa suguhan hangat, tanpa suasana yang akrab.

Aku mencoba mengingat semua tepi jalan yang pernah aku lewati, rasanya mereka juga menangis melihat kepergianku. Sungguh, bukannya aku tidak setia. Tapi cobalah untuk bersabar hingga kalender tahun ini bisa kusobek dan menggantinya dengan angka yang baru. Pertanda aku akan datang menemuimu. Walaupun, hanya sesaat, karena rumput-rumput di kota baru ini akan segera menarikku pulang dalam dekapannya.

Kamu, punya tempat yang teramat istimewa. Bagaimana tidak, jika di tanahmu aku dilahirkan, belajar bernyanyi tentang kehidupan, juga menemukan cinta.

Janganlah cemburu kepada kota baru yang sekarang memiliki diriku dengan persentase lebih besar dibandingkan dengan dirimu. Dia kota yang baik, kota tempatku mengejar mimpi. Bukankah seharusnya kamu dan dia bersahabat baik mulai sekarang? Karena Singaraja-Jatinangor adalah tempat kumulai bermimpi dan mengejar mimpi.

Tempat Kumulai Mengejar Mimpi
Read more >>