Sihir Metropolitan

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
         Catatan ini tentang rasa takjub saya terhadap salah satu teman lama saya. Rasa takjub sekaligus rasa tak percaya dengan apa yang saya lihat.
            Dia teman lama saya, tetangga waktu kami sama-sama kelas lima sekolah dasar. Dulu, kami sering pergi berenang ke pantai yang letaknya tak jauh dari perumahan tempat kami tinggal, saat sholat maghrib tiba, kami pergi ke masjid bersama-sama dengan kecerian khas anak kecil. Lalu tiba-tiba ia memutuskan untuk kembali tinggal bersama orangtuanya di Jawa, karena memang disini ia tinggal bersama paman dan bibinya. Kepergiannya cukup membuat saya merasa kehilangan teman, teman yang sama lugunya dengan saya, bukan seperti anak-anak lain yang “gayanya” berbeda dengan saya. Saya yang lebih suka berdiam di rumah, menulis puisi, atau pergi berenang dengan teman kecil saya itu, terlihat cukup kontras jika harus akrab dengan sekumpulan anak-anak yang gemar membentuk kelompok tari kreasi dan sudah berani untuk berpacaran di usia yang menurut saya belum pantas untuk berkasih-kasihan.
            Sepeninggal teman kecil saya itu, saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, keluar rumah hanya untuk sekolah dan les. Dari bibinya, saya mengetahui bahwa kehidupannya sekarang jauh dari kata layak. Ia tidak melanjutkan sekolah dan setiap waktu panen habis, sebelum sawah dibakar oleh para petani, ia harus memunguti sisa bulir-bulir padi di sawah milik orang untuk makan. Betapa miris mendengarnya. Andai saja ia masih tinggal di sini, mungkin kami bisa bersekolah di tempat yang sama dan belajar bersama-sama.
            Suatu hari sepulang sekolah (saat itu saya sudah kelas sebelas), mama memberitahu saya bahwa teman kecil saya itu tinggal lagi bersama paman dan bibinya. Langsung saya mendatanginya yang waktu itu sedang menggoreng kerupuk membantu bibinya yang mempunyai usaha kerupuk. Senang sekali melihatnya yang sekarang lebih dewasa namun masih tetap lugu seperti dulu. Namun itu tak lama, karena kemudian ia memberitahukan saya bahwa sekarang ia tinggal di Denpasar dan bekerja di sana sebagai tukang roti.
            Cukup lama kami tak berhubungan lagi setelah smsnya yang terakhir itu, karena sekarang saya sudah kelas akhir di sekolah menengah atas. Namun tiba-tiba datang satu sms dari nomer yang tidak tersimpan di daftar kontak saya. Dan itu ternyata nomer baru teman kecil saya. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar dan saya mengetahui bahwa saat ini ia masih tinggal di Denpasar namun sudah pindah kerja ke toko kaset, ia menanyakan alamat facebook saya, katanya, “Biar lebih gampang menghubungi kamu, Ta”. Ya sudah, saya berikan saja alamat facebook saya dan menunggu permintaan pertemanan darinya.
            Beberapa hari kemudian ketika saya sempat online di jejaring sosial itu, saya melihat ada beberapa permintaan pertemanan. Karena yang saya tunggu-tunggu adalah permintaan pertemanan dari teman lama saya itu, maka dengan teliti saya baca satu-persatu nama-nama facebook tersebut. Ternyata tak ada namanya, saya pikir mungkin ia belum sempat menambahkan saya sebagai temannya. Namun setelah saya teliti lagi foto-foto di pengguna akun tersebut, saya mengenali ada foto teman kecil saya itu, tetapi nama facebooknya bukan lagi nama aslinya. Nama khas Jawa yang menurut saya adalah nama yang manis, namun rupanya sekarang ia mengganti namanya dengan sebuah nama modern, bahkan nama facebooknya pun (menurut saya) sangat alay.
Setelah saya menerima permintaan pertemanan darinya, saya membuka profilnya. Ya Allah, inikah teman lama saya? Seorang gadis lugu yang begitu mengerti keprihatinan hidupnya. Namun sekarang telah menjelma menjadi gadis metropolitan. Rambutnya yang dulu hitam dan ikal, sekarang sudah lurus seperti sapu ijuk dan terkena percikan cat cokelat. Ia yang dulunya teramat lugu, sekarang dengan berani memamerkan foto-foto yang tak pantas bersama kekasihnya. Tiba-tiba saya merasa sangat bodoh, karena ketika saya memberitahukan alamat facebook saya kepadanya, ada sedikit rasa malu yang menggelitik hati, karena dengan mengetahui facebook saya berarti dia pun akan mengetahui bahwa saya sudah memiliki kekasih, karena hal itu terinformasikan di facebook saya. Namun apa yang saya lihat ini bagaikan petir di siang bolong.
Inikah yang dinamakan sihir metropolitan? Yang begitu hebat telah merubah teman lama saya menjadi seorang gadis yang tidak lagi saya kenali. Harapan saya saat ini, semoga saja ia tetap bisa menjaga dirinya baik-baik, walaupun rasanya harapan ini hanyalah harapan kosong jika mengingat foto-foto tak pantasnya itu, dan semoga sihir metropolitan tidak menjangkiti saya yang sebentar lagi akan merantau ke Ibu Kota untuk melanjutkan studi saya ke perguruan tinggi. Amin.
Read more >>

Ini Bukan Salah Tuhan

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
           
Tuhan itu Satu. Namun kita, tetap berbeda.



              Ketika matahari mulai terenggut gelap dan para muadzin mulai menyerukan perintah Tuhan, dan kita yang mulai menyadarinya.
            Bagi sebagian besar orang, cinta dalam nuansa perbedaan keyakinan adalah suatu hal yang salah. Ini pula yang pernah saya alami. Sepenggal kisah masa lalu yang memberikan pelajaran lebih dari cukup. Dimana saat resah begitu pekat dalam hati, dan rasa bimbang yang kerap kali menghantui.
            Ini tentang saya dan mantan pacar saya. Ketika cinta mulai berani menyusup diam-diam dalam hati saya yang masih terlalu muda, karena saat itu saya baru berusia enam belas tahun lebih enam bulan lebih satu hari. Dia pacar pertama saya, orang baik yang sedikit banyak sering menasihati saya seperti seorang kakak yang memberitahu adiknya, kebetulan juga perbedaan usia kami cukup jauh, empat tahun.
            Awal dari kedekatan kami, saya sudah menyadari bahwa ada yang berbeda dari hubungan ini, hingga akhirnya ia meminta saya menjadi kekasihnya. Jika waktu tujuh jam itu bisa disebut lama, selama itulah kami berdua “berdiskusi”. Bukan mengenai masalah mau atau tidaknya saya menjadi kekasihnya, namun lebih mengenai bagaimana caranya kami menjalani hubungan beda keyakinan ini. Saya bingung, dia pun tak memberi jawaban pasti dan hanya bisa mengatakan, “Kita jalani saja dulu. Hal itu bisa kita bicarakan pelan-pelan”.
            Dua bulan lebih enam hari berjalan dengan sikap saling menghormati dari kami berdua. Ia yang beberapa kali sempat membangunkan saya ketika waktu sahur tiba, mendengarkan cerita saya tentang serunya suasana malam lebaran dimana suara Takbir menggema di sekeliling saya, dan mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri. Namun, selama itu pula kami semakin menyadari bahwa kami bukanlah orang yang cukup hebat untuk menghadapi permasalan yang cukup pelik ini.
            Rasa berdosa semakin terasa ketika saya bersujud kepada-Nya. Rasanya seperti saya mengkhianati sesuatu yang suci. Tapi, kami berdua sadar, bahwa ini bukan salah Tuhan. Bukankah Tuhan itu Esa? Hanya saja kami yang berbeda, terlahir dari dua keluarga yang memiliki kepercayaan berbeda, dan memuji Tuhan dengan cara yang berbeda.
            Sempat memang pertanyaan, “Betapa parah cinta kita?” merasuki mimpi-mimpi malam saya, namun hal itu semakin menyadarkan saya betapa pentingnya pengalaman hidup ini. Walaupun akhirnya kami berdua memutuskan untuk kembali berteman seperti dulu sebelum gelisah merebut keriangan cinta. Kami memutuskan untuk kembali berteman bukan karena kami berbeda, akan tetapi karena kami sama-sama tidak siap untuk meninggalkan siapa kami sebenarnya, sama-sama tidak bisa melupakan bagaimana cara kami menyembah Tuhan, sama-sama tidak bisa berpura-pura tenang, sama-sama tidak bisa mengingkari janji kami kepada Tuhan.  Namun hal itu membuat saya melihat dengan cara yang lebih bijaksana. Mengajarkan saya bagaimana menghargai suatu perbedaan, bukannya saling menyalahkan, atau bahkan menjadikan Tuhan sebagai kambing hitam.
            Perbedaan bukan untuk diperdebatkan, bukan untuk menjadi sumbu yang menyulut peperangan, bukan juga sebagai alat yang bisa mencerai-beraikan umat manusia. Perbedaan yang membuat hidup ini indah dan bagaimana kita menjadikan semua perbedaan dapat hidup berdampingan dengan harmonis.
                    Sekali lagi, ini bukan cerita yang menyalahkan Tuhan. Ini hanyalah cerita tentang saya dan dia, yang kini telah sama-sama hidup bahagia tanpa rasa bersalah.

Read more >>

Pesta Hallowe'en Terakhir Joyce untuk Miranda

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
Judul               : Hallowe’en Party
Pengarang       : Agatha Christie
Penerbit           : PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
Tahun Terbit    : 2007
Tempat Terbit  : Jakarta
Tebal               : 344 halaman
Cetakan ke-     : Delapan


            31 Oktober selalu dinantikan anak-anak Inggris sebagai peringatan Hallowe’en. Labu kuning, cermin cinta masa depan, dan juga apel yang terapung adalah symbol sebuah pesta Hallowe’en yang menyenangkan. Namun, pesta Hallowe’en yang diselenggarakan oleh wanita superior seperti Mrs. Drake bukan lagi menjadi ajang anak-anak itu untuk bersenang-senang setelah ditemukannya Joyce, Si Pembual telah kaku dengan posisi berlutut di sebelah ember berisi apel-apel yang mengapung. Terlebih lagi bagi Mrs. Oliver, kegemarannya pada apel lenyap seketika karena pembunuhan itu.
            Miranda Butler, teman dekat Joyce yang diam-diam merasa amat terpukul dengan kepergian sahabatnya itu.  Gadis periang ini harus membayar mahal kematian Joyce, terlebih lagi kecintaannya yang teramat besar pada burung dan tupai dimanfaatkan Michael Garfield, ahli pertamanan yang memiliki rasa estetika tinggi sebagai alibi yang memaksa Miranda menuruti perintah laki-laki tampan itu.
            Kematian Joyce yang terlalu tiba-tiba ini akhirnya mengundang Hercule Poirot untuk kembali bertugas membuka tabir misteri di balik pembunuhan itu. Siapa dalang di balik kematian seorang gadis kecil yang mengaku pernah melihat pembunuhan ini? Apakah ia takut rahasia lamanya akan terbongkar? Joyce, gadis berusia tiga belas tahun itu bukan korban pertama, kematiannya menyeret semua orang yang tidak terlibat secara langsung untuk mengakui jati diri mereka yang sebenarnya.
            Tema yang diangkat dalam novel ini adalah misteri pembunuhan, menggunakan alur maju dengan penggambaran masa lalu yang diceritakan langsung oleh para tokoh. Latar tempat dalam novel ini adalah sebuah desa kecil di Inggris yang bernama Woodleigh Common. Agatha Christie menggambarkan masing-masing tokoh dalam percakapan, deskripsi detail mengenai sosok mereka, dan juga tingkah lakunya, sehingga karakter setiap tokoh dalam novel ini sangat kuat dan jelas. Gaya bahasa yang digunakan mudah dimengerti dan tidak membosankan. Dalam novel ini mengingatkan kita pada sebuah pepatah kuno, “Sedalam-dalamnya seseorang mengubur bangkai, pada akhirnya akan tercium juga.”
            Novel ini juga mengandung unsure social. Menyadarkan kita bahwa setiap orang memiliki rahasianya masing-masing, dan banyak dari mereka ingin mengubur masa lalunya dalam-dalam.
            Kelebihan dalam novel ini terlihat jelas pada alur ceritanya yang membangkitkan rasa ingin tahu para pembaca tanpa pernah merasa bosan. Seakan-akan Agatha Christie ingin mengajak kita semua untuk bermain tebak-tebakkan. Analisis Poirot, Sang Detektif akan menjelaskan semua teka-teki yang terselip dalam novel ini. Penokohan yang diciptakan penulis amat kuat, namun tetap dengan cirri khasnya, Agatha Christie terlalu pandai untuk mengecoh para pembacanya.
            Kekurangan dalam novel ini adalah tokoh yang terlalu banyak, sehingga pembaca seringkali harus mengulang membaca dari awal untuk mengingat kembali tokoh tersebut. Novel ini tidak easy reading, sehingga memerlukan pemahaman untuk mengikuti dan mengerti alur ceritanya.
            Novel yang berjudul Curtain: Poirot’s Last Case yang juga dikarang oleh Agatha Christie dapat dijadikan pembanding novel ini. Perbedaan di antara keduanya terletak pada akhir cerita, di mana pada novel pembanding tokoh utama dibunuh sendiri oleh Hercule Poirot, dan kisah detektif kondang itu diakhiri dengan satu bentuk kejahatannya sendiri. Tokoh dalam buku pembanding juga lebih banyak, dan alur ceritanya menggunakan alur campuran. Terlepas dari perbedaan di antara kedua novel tersebut, novel-novel hasil karangan Agatha Christie yang selalu berbau misteri pembunuhan dan kejutan pada akhir cerita, ini membuat novel-novel karangannya menjadi novel papan atas dan patut diperhitungkan.

“Kita tidak akan pernah mengenal seseorang secara keseluruhan.”
-Hercule Poirot- 


 #Ini adalah artikel yang saya tulis saat mengikuti Lomba Resensi dalam rangka HUT ke-61 SMANSA Singaraja. Juara 1.



Read more >>

Sosok Terang di Ujung Jalan

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

 Aku yang berdiri di sini
dengan semua kekosongan ini.
Pada senja hari itu hanya ada
kehampaan yang melekat di sepanjang jalan raya,
kesepian yang mendekap erat jingga,
dan gamang yang berayun di setiap langkahku.

Lalu kamu,
berdiri di sana,
di ujung jalan.

Kata para orangtua,
hidup ini hanya sebuah sandiwara.
Dan mereka semua
tak lebih dari segerombolan aktor dan aktris
yang sedang beradu akting dalam perannya masing-masing.
Jika itu benar,
maka aku ingin berterimakasih pada Tuhan,
karena Dia telah mempertemukan kita
dalam satu episode.

Dan kamu masih di sana,
berdiri di ujung jalan.

Dalam sandiwara ini,
tokoh utama pria adalah kamu,
dan aku yang melakonkan tokoh utama wanita.
Tak perlu pemain pengganti.
Tak ada juga pemain figuran.
Biarkan hanya ada aku dan kamu.

Kulihat kamu,
masih berada di ujung jalan.

Temanku pernah bemberitahuku,
bahwa di dalam drama percintaan
terkadang kita harus menemukan orang yang salah terlebih dahulu,
sebelum menemukan orang yang benar.
Lalu, apakah kamu "orang yang benar"?

Melirik kamu,
yang tak bergeming di ujung jalan.

Hai, kamu yang berada di ujung jalan!
Kamu yang telah membuatku jatuh cinta terlalu dalam.
Bolehkah aku berteriak dan bertanya padamu,
apakah rumah yang akan menarik langkah kita sama?
Apakah rumah yang akan membawa kita pulang
setelah lelah berkelana sama?

Rumah yang menyadarkan kita
bahwa di sanalah semestinya kita pulang.
Rumah yang mengingatkan kita
bahwa di sanalah seharusnya kita menghentikan pencarian.

Kamu,
sosok terang di ujung jalan.
Yang mampu menjungkir-balikkan
isi perutku hingga terjadi tumpang-tindih.

Kamu,
sosok terang di ujung jalan.
Yang membuat jantungku berdetak tiga kali lebih cepat
hingga terasa di tenggorokan.

Kamu,
sosok terang di ujung jalan.
Yang menghidupkan rasa rindu yang menggebu,
bila dipandang aku tak jemu,
yang menciptakan cemburu yang memburu.
Hanya satu dan itu kamu.


#Episode 13 Februari 2011-13 Februari 2012

Dia, cintaku di 13 Februari.
Read more >>

Rindu Pada Kunang-kunangku

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
Mungkin kau tak mendengar
Sebuah kata yang terucap
Atau kau pura-pura lupa
Tentang pelangi yang kau janjikan

Cerutu-cerutu itu sudah habis terbakar
Terang saja, ini sudah lewat tengah malam
Tapi aku masih juga terjaga
Berharap rinai datang dan mengajakku menari

Malam ini Kunang-kunangku
Tak datang lagi
Ah, itu sudah biasa
Sudah menjadi kebiasaan

Aku tahu,
Kau yakin,
Aku percaya,
Rindu ini pasti akan terlahir menjadi sesuatu yang indah
Read more >>

Dingin Datang Diam-diam

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Pernahkah pada suatu malam kau merasa dingin datang tiba-tiba? Terlalu tiba-tiba. Dia datang diam-diam. Tak bersuara. Lalu kau membayangkanku yang setiap tengah malam terjaga karena menahan isak.
Pada malam keesokan harinya, pohon cemara membeku karena dingin yang datang diam-diam tengah menyapanya, menggelitiknya, menggodanya. Lalu kau teringat akan aku yang telah terkalahkan rasa rindu.
Dan padamu aku katakan secara diam-diam. Aku rindu pada kedua bola mata bulat yang jenaka, yang selalu merayuku dengan lirikannya. Aku rindu pada harum tubuhmu yang terkadang lekat tiba-tiba pada sofa ruang tamuku. Aku rindu pada bahu-lengan-jemari yang selalu memelukku di saat aku mulai merajuk. Tapi sungguh aku merindukan hati yang selalu membuatku lebih tegar dari sebelumnya.
Lalu dingin kembali datang dengan diam-diam, mengingatkanmu pada supermoon dan malam minggu pertama kita.
Read more >>

Bolehkah Aku?

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
Bolehkah aku mencintaimu dengan sederhana?
Tidak seperti kumbang yang menghisap habis sari bunga
Bukan juga seperti kupu-kupu yang mencuri warna matahari

Bolehkah aku selalu jatuh cinta padamu?
Tidak seperti hujan yang bermuara pada selokan-selokan kotor
dan tak terlihat lagi kejernihannya
Bukan juga seperti angin musim gugur yang merontokkan daun-daun merah

Bolehkan aku memilikimu selamanya?
Tidak seperti pelangi yang selalu datang terlambat
Bukan juga seperti bintang yang jatuh terlalu cepat

Bolehkah aku tunggal untukmu?
Tidak seperti sungai yang memiliki banyak percabangan
Bukan juga seperti pilar yang selalu harus lebih dari satu
Read more >>

29 Sepetember 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Dear Kunang-kunangku,
sama saja seperti hari-hari kemarin. Aku masih selalu merindukanmu. Namun aku tak akan merasa sepi karena kau selalu temani mimpiku.
Tenang saja, bulan masih satu. Itu berarti, setiap malam kita masih melihat bulan yang sama.
Sayang...
Kamulah satu-satunya. Hati ini cuma satu, hanya untuk satu orang, hanya untuk satu hati, dan hanya untuk satu cinta.
Kamu tahu, beberapa dari mereka mencoba menarik hatiku. Tapi mereka akan tahu bahwa aku tak pernah tergoda.
Aku lebih memilih menunggu kehadiranmu hari ini, esok, dan hari lainnya.


#sepotong senja untuk pencuri hatiku :)
Read more >>

2 Agustus 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan
Ingin kau dekap erat waktu dingin membelengguku


Ay, ku rindu kamu.
Satu kalimat yang sering aku katakan padamu. Atau, apakah terlalu sering, Sayang?
Maaf jika itu membuatmu bosan, tapi memang itu yang aku rasakan.
Kau pun tahu bahwa sudah lama kita tak berjumpa. Entah kapan aku bisa kembali menatap mata itu. Mata yang selalu bisa membuatku malu jika dua bola indera penglihatan itu menatapku lekat-lekat.
Read more >>

3 Mei 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Sayang, memang masih banyak yang lebih tampan dibanding kamu.
Tapi apakah mungkin mereka rajin sholat seperti kamu?
Apakah mereka bisa mengingatkanku kepada Tuhanku?
Apakah mereka bisa menegurku ketika aku salah?
Apakah mereka bisa membuatku nyaman ketika mereka menggenggam tanganku?
Apakah mereka bisa menggantikan tangisku menjadi tawa?
Apakah mereka bisa memberiku pelukan hangat seperti yang kau lakukan ketika kau akan pergi jauh?

Mungkin aku bisa mendapatkan yang lebih dibanding kamu.
Tapi apakah semua senyumanmu itu tak cukup untuk membelenggu hatiku padamu?
Apakah pelukan hangatmu tak sanggup meneguhkan hatiku dan membuatku berpaling ke lain hati?
Dan apakah semua yang pernah kita lakukan bersama tak cukup indah bagiku?
Read more >>

12 April 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Sayang, saat ini aku sedang sangat-sangat lelah. Dadaku sakit lagi, itu tandanya aku sudah kelewat lelah.
Kunang-kunangku, aku butuh cahayamu, aku ingin hirup aroma tubuhmu yang selalu tenangkan gundahku...
Sayang, aku baru ingat kalau besok adalah Hari Kita :)
Tapi aku tak ingin menghitungnya, karena katanya itu pamali.
Sayang, semakin hari aku makin sayang kamu...
Setiap malam, kau dan aku saling berbisik kata cinta sebagai pengantar tidur. Dan aku suka itu, teramat suka malah.
Read more >>

2 April 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Kunang-kunangku, akhir-akhir ini aku merasa ingin selalu berada di dekatmu, dalam genggamanmu, dan dalam dekapanmu.
Tak tahu mengapa? Apakah sebabnya? Dan bagaimana jika rasa itu terus berlanjut dan pada akhirnya melumatkan hatiku?
Kunang-kunangku, apa kau merasakan hal yang sama?
Read more >>

30 Maret 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Kunang-kunangku, saat ini aku sedang duduk sendiri di kelas yang sepi. Padahal keheningan di sini tak begitu pekat.. Santai...
Namun suara jarum jam begitu jelas tertangkap daun telingaku. Denting kecil itu mengingatkan aku pada sesuatu, yaitu waktu.
Sungguh berat untuk mengakuinya, Sayang...
Tapi apa hendak dikata, memang harus begitu adanya..
Tak apalah Sayang, kita tak bisa dekat lagi secara fisik, (kutekankan sekali lagi "secara fisik") yang penting hati kita dekat.
Read more >>

18 Maret 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Kunang-kunangku, aku berlari pada lorong waktu
berharap dapat menghentikan waktu..
Kunang-kunangku, aku menari pada rinai hujan
bermimpi bisa menemukan bidadari..

Tolong Kunang-kunangku,
datang padaku,
dekati aku,
rengkuh aku dalam hangatmu...

Seuntai sinar,
seberkas cahaya,
serentetan melodi,
itu yang kuinginkan..
Itu yang kurindukan...

Sayang, kuingin kita selalu bersama..
Selamanya...
Ku yakin kita bisa hadapi semua..
Berdua...
Read more >>

Seribu Bintang

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
Malam tak akan selarut ini
jika tanpa bayangmu
Mimpi tak akan seindah ini
jika tanpa fatamorgana tentangmu

Kau tahu,
di sini ada hati
yang tak pernah lelah mencintaimu
Seperti angin yang selalu berhembus

Aku tahu,
di sana ada hati
yang tak pernah lupa mencintaiku
Seperti bumi yang terus berputar

Seribu bintang untukku..
Seribu bintang bagiku..
Seribu bintang padaku..
Tapi kau hanya menyimpan dua bintang,
sebagai simbol kau dan aku...
Read more >>

10 Maret 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Kunang-kunangku, saat ini aku sedang sangat sibuk. Sibuk mempersiapkan final untuk hari Minggu ini.
Kasihan Kunang-kunangku, malam minggu nanti dia sendiri lagi. Tapi ku yakin kamu pasti mengerti, Kunang-kunangku...
Sayang..akupun rindu kamu ...ingin berada di dekatmu, apalagi di malam kita akan merayakan "Satu Bulan Kita"
Tapi tak apa malam minggu ini kita berjauhan, bukankah hatiku ada padamu dan hatimu pun sudah berada padaku?
Tenang saja Cinta, pertemuanku dengan masa lalu di hari Minggu nanti tak akan merusak bahagiaku di 13 Maret 2011.
Tenanglah tenang...
*Dia datang, tapi tak akan menggali kenangan dan juga menghidupkan rasa yang pernah ada*
Hati, cinta, dan perasaanku hanya untukmu. Tak ada yang lain.
Kunang-kunangku, kau selalu membawa lentera kecil yang senantiasa berkelap-kelip di hatiku, menerangi jiwa ini untuk selamanya.
Read more >>

21 Februari 2011

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

Kunang-kunangku, saat ini aku sedang mengikuti pelatihan jurnalistik. Di sini cukup ramai dan bising, tapi aku merasa sepi dan sendiri. Awalnya aku tahu apa sebabnya, kupikir mungkin karena materi yang disampaikan agak membosankan. Tapi setelah kupikir-pikir lagi, aku menyukai materi "OPINI" yang sedang disampaikan, walaupun artikel "PROFIL"lah yang paling aku kuasai. Semakin lama aku semakin merasa sepi, suara pemateri hanya sayup-sayup mendayu di telingaku, apalagi keberadaan para peserta, semakin jauh kurasa.
Ah, akhirnya aku tahu apa sebabnya aku uring-uringan. Rupa-rupanya aku merindukanmu, Kunang-kunangku.
Apa kau berfikir aku gombal? Tidak... Tidak... Aku tidak gombal. Ini benar dengan apa yang kurasa. Oh, bolehlah aku mengutip sebuah kalimat dari potongan lirik lagu, "Aku kangen kamu, Sayang."
Eum, tunggu sebentar. Biar kuhitung sudah berapa hari lamanya aku tak memandang kedua bintang di matamu. Aku ingat, terakhir kalinya kita bertemu saat dunia malam dihiasi berbagai hadiah, coklat, dan bunga terutama mawar. Kau begitu manis saat itu, dua kuntum mawar merah dan sekotak coklat kau berikan untukku. Namun bukan itu yang membuatmu terlihat manis di hadapanku. Ah, aku agak malu untuk menjelaskannya, yang pasti sejak malam itu hingga saat ini aku dapat dengan pasti mengatakan, "You are my Favorite Boy."
Ah, Kunang-kunangku aku tak ingin banyak basa-basi, karena aku tahu terlalu banyak basa-basi akan membuat semua basa-basiku basi.
Satu keinginanku saat ini yaitu, kau ada di sini!
Read more >>

Kamu itu Kunang-kunang

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
Aku tahu yang terjadi
ketika peri-peri embun
meleleh pada jari-jari mentari
dan langit pucat pasi

Anak-anak pelangi
bermain hingga lelah
Hingga ufuk barat
kemerah-merahan

Kau ada disini,
di tepi hatiku
Bersemayam penuh harap
pada mata yang tak melihat

Kau seperti kunang-kunang
selalu membawa cahaya
untuk menerangi jiwaku
yang kekal seperti logam

Pita-pita hujan itu
hanya milikmu seorang
Bagaimana aku bisa memilikinya
jika untuk menggapainya saja
tak kau ijinkan

Mengapa langit malam itu gelap?
Padahal ia berteman dengan bintang
dan bersahabat kental dengan bulan
Kau tahu mengapa?
Itu karena langit malam bukan kamu
Kamu itu, kunang-kunangku
Read more >>

Kehilangan: Bolo, Bola, Boli

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

         Pada dasarnya kehilangan selalu kita identikkan dengan suatu kejadian atas hilangnya sesuatu yang besar dari kehidupan kita. Setelah itu sedih akan datang dan berangsur-angsur akan terobati dengan berbagai hiburan. Tapi itu hanya akan berlaku pada “sesuatu yang besar”.
Akan tetapi hal tersebut tidak akan berlaku pada (yang kita anggap) hal-hal sepele. Seringkali kita tidak peduli, hanya berfikir perlu untuk menggantinya dengan sesuatu yang baru. Misalnya saja saat tiba-tiba pulpen yang biasanya ada di kotak pensil tidak ada di tempatnya, mungkin pada awalnya kita hanya akan merasa bingung dan mengingat-ingat dimana terakhir kali kita meletakkan salah satu alat penyokong belajar itu, jika tidak juga menemukan sebab kehilangannya, kita hanya perlu mampir ke toko alat-alat tulis dan membeli yang baru, toh harganya tidak seberapa.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku pada rasa kehilangan yang baru saja saya alami sendiri. Ini berawal dari hilangnya tiga makhluk kecil berwarna keemasan yang sudah kurang lebih lima bulan ini berenang-renang di dalam hati saya.
Pertengahan Oktober menjadi saat-saat paling sibuk bagi saya dan juga teman-teman sekelas, karena sebentar lagi kami harus menyambut datangnya HUT sekolah kami yang dapat dipastikan akan berlangsung meriah, karena selalu begitu. Hal tersebut mendukung kami untuk segera mencari-cari ide dalam “merenovasi” kelas kami. Tentu saja kami tidak ingin kelas kami kalah meriah dalam perayaan HUT kali ini.
Akhirnya warna natural seperti hijau dan coklat memenangkan voting dalam pemilihan dekor kelas. Kami menginginkan kelas yang nyaman dan berbau alam. Lalu satu ide brilian sekaligus agak mencengangkan datang dari salah satu anggota kelas. Ia mencetuskan ide tentang membuat kolam di belakang kelas. Kolam? Dapat dibayangkan betapa kagetnya kedua puluh tiga anggota kelas lainnya. Namun dengan berapi-apinya dia, sebut saja Andreas, meyakinkan kami semua bahwa kolam yang “menakjubkan” akan segera terwujud. Baiklah, pada akhirnya kami setuju, dengan satu syarat, hal ini harus menjadi tanggung jawabnya, dan harus selesai sebelum Acara Pembukaan HUT. Ia pun setuju.
Kurang lebih dua minggu kami berkutat dengan segala kesibukan sekolah dan juga persiapan HUT. Setiap sore kami datang lagi ke kelas dalam keadaan setengah mengantuk untuk mengadakan berbagai persiapan. Empat belas orang mengadakan latihan gerak jalan, dan yang lainnya tetap di kelas dan memulai memotong-motong gabus, mengecat, dan membuat huruf-huruf yang berlapiskan jerami yang harus kami pelitur lagi agar terlihat lebih mengilap.
Di tengah kesibukan tersebut, masalah kolam agak sedikit terlupakan, karena terlalu banyaknya hal yang harus kami kerjakan. Sampai pada akhirnya kurang satu hari lagi dari acara pembukaan. Belum ada dalam bayangan saya bentuk kolam yang saat itu masih tidak berbentuk, hanya seonggok kerangka dari potongan-potongan bamboo yang terlihat kusam karena belum dipelitur. Karena hari itu saya merasa kurang sehat akhirnya saya meminta ijin untuk pulang lebih awal, lebih dulu dari teman-teman yang lain.
Keesokan paginya, saatnya hari acara pembukaan. Saya datang pagi-pagi sekali, sesampai di kelas, ternyata saya orang pertama yang datang, dan betapa terkejutnya saya setelah melihat ke belakang kelas. Kolam berbentuk segitiga, dengan hiasan bambunya yang alami, gemericik air yang dibuat sedemikian rupa sehingga menggambarkan suasana pedesaan, dan juga tiga ekor ikan mas yang berenang-renang lincah di dalamnya. Sedetik berikutnya saya langsung jatuh cinta pada seperangkat kolam tersebut berikut dengan tiga ekor ikannya yang lucu.
Sekarang, saat-saat kehilangan itu tiba-tiba terasa sangat menyesakkan. Ketika kami sedikit dipaksa untuk membongkar kolam tersebut dengan alasan sebentar lagi kami akan lulus dari sekolah ini, yang juga berarti harus memindahkan ketiga ekor ikan yang akan kehilangan habitatnya itu. Akhirnya kami mengadakan rapat pleno mengenai nasib ketiga makhluk kecil yang hanya memiliki daya ingat tiga detik itu. Di sekolah terdapat dua kolam ikan, ada kolam ikan besar yang terdapat di depan front office dan kolam kecil yang terdapat di halaman samping. Celetukan lucu pun datang dari salah satu teman saya ketika ada usul memindahkan ikan-ikan tersebut ke kolam depan yang telah lama menjadi tempat tinggal ikan-ikan koi besar, ia mengatakan, “Jangan! Kasian ikan-ikan kita, nanti mereka di-bully.”
Akhirnya kami memutuskan memindahkan mereka ke kolam kecil yang menjadi tempat hidup ikan-ikan kecil. Sungguh berat rasanya, melihat mereka harus berenang di kolam yang berbeda, harus merasakan dinginnya air hujan, dan juga lumut yang banyak terdapat di kolam batu tersebut.
Malam ini, saat saya menceritakan kisah mereka bertiga, yang kami beri nama Bolo, Bola, dan Boli, rasa haru yang datang entah dari mana membuat mata saya berkaca-kaca. Didukung dengan bayangan mereka yang menjadi hiburan kami saat semua tes dan tugas sekolah terasa sungguh berat, termasuk saat-saat kami harus ujian, namun setelah melihat Bolo, Bola, dan Boli yang selalu berenang-renang dengan ceria, mata bulat mereka yang sanggup mengusir rasa jenuh kami. Dari pengalaman ini saya belajar bahwa rasa kehilangan bukan hanya untuk hal-hal besar, tapi juga untuk hal-hal kecil yang layak untuk diperhitungkan. Dan kini, rasa rindu melihat mereka bertiga datang lagi. Semoga Bolo, Bola, dan Boli baik-baik saja. 


#Tulisan ini saya dedikasikan untuk mereka yang selalu berebut memberi makan ikan. Juga untuk      Andreas dan Arwanda yang rutin menguras kolamnya.

Kolam yang kami ciptakan untuk Bolo, Bola, dan Boli. Walaupun hanya sesaat.

Read more >>