Sihir Metropolitan

Diposting oleh Artista Lushar Nova on
         Catatan ini tentang rasa takjub saya terhadap salah satu teman lama saya. Rasa takjub sekaligus rasa tak percaya dengan apa yang saya lihat.
            Dia teman lama saya, tetangga waktu kami sama-sama kelas lima sekolah dasar. Dulu, kami sering pergi berenang ke pantai yang letaknya tak jauh dari perumahan tempat kami tinggal, saat sholat maghrib tiba, kami pergi ke masjid bersama-sama dengan kecerian khas anak kecil. Lalu tiba-tiba ia memutuskan untuk kembali tinggal bersama orangtuanya di Jawa, karena memang disini ia tinggal bersama paman dan bibinya. Kepergiannya cukup membuat saya merasa kehilangan teman, teman yang sama lugunya dengan saya, bukan seperti anak-anak lain yang “gayanya” berbeda dengan saya. Saya yang lebih suka berdiam di rumah, menulis puisi, atau pergi berenang dengan teman kecil saya itu, terlihat cukup kontras jika harus akrab dengan sekumpulan anak-anak yang gemar membentuk kelompok tari kreasi dan sudah berani untuk berpacaran di usia yang menurut saya belum pantas untuk berkasih-kasihan.
            Sepeninggal teman kecil saya itu, saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, keluar rumah hanya untuk sekolah dan les. Dari bibinya, saya mengetahui bahwa kehidupannya sekarang jauh dari kata layak. Ia tidak melanjutkan sekolah dan setiap waktu panen habis, sebelum sawah dibakar oleh para petani, ia harus memunguti sisa bulir-bulir padi di sawah milik orang untuk makan. Betapa miris mendengarnya. Andai saja ia masih tinggal di sini, mungkin kami bisa bersekolah di tempat yang sama dan belajar bersama-sama.
            Suatu hari sepulang sekolah (saat itu saya sudah kelas sebelas), mama memberitahu saya bahwa teman kecil saya itu tinggal lagi bersama paman dan bibinya. Langsung saya mendatanginya yang waktu itu sedang menggoreng kerupuk membantu bibinya yang mempunyai usaha kerupuk. Senang sekali melihatnya yang sekarang lebih dewasa namun masih tetap lugu seperti dulu. Namun itu tak lama, karena kemudian ia memberitahukan saya bahwa sekarang ia tinggal di Denpasar dan bekerja di sana sebagai tukang roti.
            Cukup lama kami tak berhubungan lagi setelah smsnya yang terakhir itu, karena sekarang saya sudah kelas akhir di sekolah menengah atas. Namun tiba-tiba datang satu sms dari nomer yang tidak tersimpan di daftar kontak saya. Dan itu ternyata nomer baru teman kecil saya. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar dan saya mengetahui bahwa saat ini ia masih tinggal di Denpasar namun sudah pindah kerja ke toko kaset, ia menanyakan alamat facebook saya, katanya, “Biar lebih gampang menghubungi kamu, Ta”. Ya sudah, saya berikan saja alamat facebook saya dan menunggu permintaan pertemanan darinya.
            Beberapa hari kemudian ketika saya sempat online di jejaring sosial itu, saya melihat ada beberapa permintaan pertemanan. Karena yang saya tunggu-tunggu adalah permintaan pertemanan dari teman lama saya itu, maka dengan teliti saya baca satu-persatu nama-nama facebook tersebut. Ternyata tak ada namanya, saya pikir mungkin ia belum sempat menambahkan saya sebagai temannya. Namun setelah saya teliti lagi foto-foto di pengguna akun tersebut, saya mengenali ada foto teman kecil saya itu, tetapi nama facebooknya bukan lagi nama aslinya. Nama khas Jawa yang menurut saya adalah nama yang manis, namun rupanya sekarang ia mengganti namanya dengan sebuah nama modern, bahkan nama facebooknya pun (menurut saya) sangat alay.
Setelah saya menerima permintaan pertemanan darinya, saya membuka profilnya. Ya Allah, inikah teman lama saya? Seorang gadis lugu yang begitu mengerti keprihatinan hidupnya. Namun sekarang telah menjelma menjadi gadis metropolitan. Rambutnya yang dulu hitam dan ikal, sekarang sudah lurus seperti sapu ijuk dan terkena percikan cat cokelat. Ia yang dulunya teramat lugu, sekarang dengan berani memamerkan foto-foto yang tak pantas bersama kekasihnya. Tiba-tiba saya merasa sangat bodoh, karena ketika saya memberitahukan alamat facebook saya kepadanya, ada sedikit rasa malu yang menggelitik hati, karena dengan mengetahui facebook saya berarti dia pun akan mengetahui bahwa saya sudah memiliki kekasih, karena hal itu terinformasikan di facebook saya. Namun apa yang saya lihat ini bagaikan petir di siang bolong.
Inikah yang dinamakan sihir metropolitan? Yang begitu hebat telah merubah teman lama saya menjadi seorang gadis yang tidak lagi saya kenali. Harapan saya saat ini, semoga saja ia tetap bisa menjaga dirinya baik-baik, walaupun rasanya harapan ini hanyalah harapan kosong jika mengingat foto-foto tak pantasnya itu, dan semoga sihir metropolitan tidak menjangkiti saya yang sebentar lagi akan merantau ke Ibu Kota untuk melanjutkan studi saya ke perguruan tinggi. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar