Kehilangan: Bolo, Bola, Boli

Diposting oleh Artista Lushar Nova on

         Pada dasarnya kehilangan selalu kita identikkan dengan suatu kejadian atas hilangnya sesuatu yang besar dari kehidupan kita. Setelah itu sedih akan datang dan berangsur-angsur akan terobati dengan berbagai hiburan. Tapi itu hanya akan berlaku pada “sesuatu yang besar”.
Akan tetapi hal tersebut tidak akan berlaku pada (yang kita anggap) hal-hal sepele. Seringkali kita tidak peduli, hanya berfikir perlu untuk menggantinya dengan sesuatu yang baru. Misalnya saja saat tiba-tiba pulpen yang biasanya ada di kotak pensil tidak ada di tempatnya, mungkin pada awalnya kita hanya akan merasa bingung dan mengingat-ingat dimana terakhir kali kita meletakkan salah satu alat penyokong belajar itu, jika tidak juga menemukan sebab kehilangannya, kita hanya perlu mampir ke toko alat-alat tulis dan membeli yang baru, toh harganya tidak seberapa.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku pada rasa kehilangan yang baru saja saya alami sendiri. Ini berawal dari hilangnya tiga makhluk kecil berwarna keemasan yang sudah kurang lebih lima bulan ini berenang-renang di dalam hati saya.
Pertengahan Oktober menjadi saat-saat paling sibuk bagi saya dan juga teman-teman sekelas, karena sebentar lagi kami harus menyambut datangnya HUT sekolah kami yang dapat dipastikan akan berlangsung meriah, karena selalu begitu. Hal tersebut mendukung kami untuk segera mencari-cari ide dalam “merenovasi” kelas kami. Tentu saja kami tidak ingin kelas kami kalah meriah dalam perayaan HUT kali ini.
Akhirnya warna natural seperti hijau dan coklat memenangkan voting dalam pemilihan dekor kelas. Kami menginginkan kelas yang nyaman dan berbau alam. Lalu satu ide brilian sekaligus agak mencengangkan datang dari salah satu anggota kelas. Ia mencetuskan ide tentang membuat kolam di belakang kelas. Kolam? Dapat dibayangkan betapa kagetnya kedua puluh tiga anggota kelas lainnya. Namun dengan berapi-apinya dia, sebut saja Andreas, meyakinkan kami semua bahwa kolam yang “menakjubkan” akan segera terwujud. Baiklah, pada akhirnya kami setuju, dengan satu syarat, hal ini harus menjadi tanggung jawabnya, dan harus selesai sebelum Acara Pembukaan HUT. Ia pun setuju.
Kurang lebih dua minggu kami berkutat dengan segala kesibukan sekolah dan juga persiapan HUT. Setiap sore kami datang lagi ke kelas dalam keadaan setengah mengantuk untuk mengadakan berbagai persiapan. Empat belas orang mengadakan latihan gerak jalan, dan yang lainnya tetap di kelas dan memulai memotong-motong gabus, mengecat, dan membuat huruf-huruf yang berlapiskan jerami yang harus kami pelitur lagi agar terlihat lebih mengilap.
Di tengah kesibukan tersebut, masalah kolam agak sedikit terlupakan, karena terlalu banyaknya hal yang harus kami kerjakan. Sampai pada akhirnya kurang satu hari lagi dari acara pembukaan. Belum ada dalam bayangan saya bentuk kolam yang saat itu masih tidak berbentuk, hanya seonggok kerangka dari potongan-potongan bamboo yang terlihat kusam karena belum dipelitur. Karena hari itu saya merasa kurang sehat akhirnya saya meminta ijin untuk pulang lebih awal, lebih dulu dari teman-teman yang lain.
Keesokan paginya, saatnya hari acara pembukaan. Saya datang pagi-pagi sekali, sesampai di kelas, ternyata saya orang pertama yang datang, dan betapa terkejutnya saya setelah melihat ke belakang kelas. Kolam berbentuk segitiga, dengan hiasan bambunya yang alami, gemericik air yang dibuat sedemikian rupa sehingga menggambarkan suasana pedesaan, dan juga tiga ekor ikan mas yang berenang-renang lincah di dalamnya. Sedetik berikutnya saya langsung jatuh cinta pada seperangkat kolam tersebut berikut dengan tiga ekor ikannya yang lucu.
Sekarang, saat-saat kehilangan itu tiba-tiba terasa sangat menyesakkan. Ketika kami sedikit dipaksa untuk membongkar kolam tersebut dengan alasan sebentar lagi kami akan lulus dari sekolah ini, yang juga berarti harus memindahkan ketiga ekor ikan yang akan kehilangan habitatnya itu. Akhirnya kami mengadakan rapat pleno mengenai nasib ketiga makhluk kecil yang hanya memiliki daya ingat tiga detik itu. Di sekolah terdapat dua kolam ikan, ada kolam ikan besar yang terdapat di depan front office dan kolam kecil yang terdapat di halaman samping. Celetukan lucu pun datang dari salah satu teman saya ketika ada usul memindahkan ikan-ikan tersebut ke kolam depan yang telah lama menjadi tempat tinggal ikan-ikan koi besar, ia mengatakan, “Jangan! Kasian ikan-ikan kita, nanti mereka di-bully.”
Akhirnya kami memutuskan memindahkan mereka ke kolam kecil yang menjadi tempat hidup ikan-ikan kecil. Sungguh berat rasanya, melihat mereka harus berenang di kolam yang berbeda, harus merasakan dinginnya air hujan, dan juga lumut yang banyak terdapat di kolam batu tersebut.
Malam ini, saat saya menceritakan kisah mereka bertiga, yang kami beri nama Bolo, Bola, dan Boli, rasa haru yang datang entah dari mana membuat mata saya berkaca-kaca. Didukung dengan bayangan mereka yang menjadi hiburan kami saat semua tes dan tugas sekolah terasa sungguh berat, termasuk saat-saat kami harus ujian, namun setelah melihat Bolo, Bola, dan Boli yang selalu berenang-renang dengan ceria, mata bulat mereka yang sanggup mengusir rasa jenuh kami. Dari pengalaman ini saya belajar bahwa rasa kehilangan bukan hanya untuk hal-hal besar, tapi juga untuk hal-hal kecil yang layak untuk diperhitungkan. Dan kini, rasa rindu melihat mereka bertiga datang lagi. Semoga Bolo, Bola, dan Boli baik-baik saja. 


#Tulisan ini saya dedikasikan untuk mereka yang selalu berebut memberi makan ikan. Juga untuk      Andreas dan Arwanda yang rutin menguras kolamnya.

Kolam yang kami ciptakan untuk Bolo, Bola, dan Boli. Walaupun hanya sesaat.

0 komentar:

Posting Komentar